QODHO SHOLAT
Ibnu Taimiyyah berkata dalam fatawanya :
وتارك الصلاة عمدا لا يشرع له قضاؤها ولا تصح منه
Orang yang meninggalkan shalat secara sengaja, maka tidak disyariatkan baginya untuk melakukan qodho sholatnya dan tidak sah untuk melakukannya(1)
Mereka berkata
Jika kita cermati, tidak ada satu pun hadits yang dengan jelas mewajibkan untuk mengqodhoi shalat yang ditinggalkan secara sengaja, hadits-hadits yang datang mengenai qodho shalat wajib, seluruhnya menceritakan mengenai wajibnya qodho sholat jika ditinggalkan karena lupa atau tertidur bukan jika ditinggalkan karena sengaja. Ini menunjukkan lemahnya pendapat yang menyatakan wajibnya qodho sholat yang ditinggalkan secara sengaja dan itu adalah suatu bentuk penetapan atas suatu yang tidak disyariatkan oleh agama.
Kami Menjawab
Seluruh ulama sepakat mengenai disyariatkannya qodho sholat yang ditinggalkan karena sebab lupa atau tertidur, hal ini berdasarkan hadits-hadits shohih yang datang dari Rasulullah saw. Diantaranya adalah kisah ketika Rasulullah saw yang melakukan Sholat Shubuh setelah matahari terbit sebab tertidur bersama para sahabatnya(2), dan juga sabda Rasulullah saw :
مَنْ نَسِيَ الصَّلَاة فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا...
Barang siapa yang lupa melakukan shalat maka hendaknya ia melakukannya ketika ia ingat(Mutafaq `alaih)(3)
Dari hadits ini pula, para ulama yang kredibel menyepakati bahwa qodho sholat yang ditinggalkan secara sengaja adalah wajib hukumnya. Kesimpulan ini diambil berdasarkan qiyas aulawi, jika shalat yang ditinggalkan karena udzur dan tanpa dosa wajib untuk diqodhoi maka shalat yang ditinggalkan dengan sengaja dan dosa tentu lebih layak untuk diqodhoi.(4)
Selain itu shalat merupakan kewajiban yang telah dibebankan kepada kita. kewajiban shalat ibarat sebuah hutang, sebagaimana hutang kepada manusia wajib untuk ditunaikan begitupula hutang kepada Allah SWT, bahkan hutang ini lebih layak untuk ditunaikan, Rasulullah bersabda :
فدين الله أحق أن يقضى
Hutang (beban) kepada Allah lebih layak untuk ditunaikan.(HR Muslim) (5)
Mengenai kesepakatan ulama, Imam Nawawi menyatakan :
أجمع العلماء الذين يعتد بهم علي أن من ترك صلاة عمدا لزمه قضاؤها وخالفهم أبو محمد على ابن حزم
Para ulama yang dianggap perkataannya telah menyepakati bahwa seorang yang meninggalkan shalat secara sengaja maka wajib atasnya untuk mengqodhoinya. Dan Abu Muhammad, Ali bin Hazm menyelisi mereka dalam hal ini...(6)
Hikayat ijma` tersebut juga dapat kita temukan dalam perkataan Ibnu Abdil Barr dalam kitabnya Al Istidzkar, dan Ibnu Qudamah dalam Syarah Al Kabir(7).
Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa qodho sholat yang ditinggalkan secara sengaja tidak wajib, merupakan pendapat yang syadz (asing) dan menyelisihi ijma ulama, oleh sebab itu ulama tidak menganggapnya sebagai hal yang membatalkan ijma`. Al Imam Nawawi menyatakan mengenai pendapat tersebut :
وَشَذَّ بَعْض أَهْل الظَّاهِر فَقَالَ : لَا يَجِب قَضَاء الْفَائِتَة بِغَيْرِ عُذْر ، وَزَعَمَ أَنَّهَا أَعْظَم مِنْ أَنْ يَخْرُج مِنْ وَبَال مَعْصِيَتهَا بِالْقَضَاءِ ، وَهَذَا خَطَأ مِنْ قَائِله وَجَهَالَة . وَاللَّهُ أَعْلَم
Sebagian Ahli Dzohir (Ulama adz-dzohiri) memiliki pendapat syadz (asing) dengan berkata : Bukanlah hal yang wajib untuk melakukan qodho sholat yang tertinggal dengan tanpa udzur (alasan yang benar), ia menyangka bahwa dosa meninggalkan shalat itu lebih besar sehingga tidak mungkin terlepas dari dosa maksiat tersebut dengan melakukan qodho. Pendapat ini adalah kekeliruan bagi yang mengucapkannya dan sebuah bentuk kebodohan baginya. Wallahu a`lam.(8)
Pernyataan serupa diucapkan oleh Imam Ibnu Abdil Bar :
وقد شذ بعض أهل الظاهر وأقدم على خلاف جمهور علماء المسلمين وسبيل المؤمنين فقال ليس على المتعمد لترك الصلاة في وقتها أن يأتي بها في غير وقتها
Sebagian Ahli Dzohir sungguh telah berpendapat syadz (asing) dan bertindak menyelisihi jumhur ulama muslim dan jalan orang-orang mukmin, ia berkata : tiada kewajiban bagi seseorang yang meninggalkan shalat di waktunya dengan sengaja untuk mendatangkannya di luar waktunya.(9)
Maka, Sudah selayaknya kita tinggalkan pendapat yang syadz dan mengambil pendapat yang sesuai dengan ijma` para ulama dan ditempuh oleh orang-orang mukmin, hal ini lebih selamat daripada mengikuti pendapat yang syadz dan menyelisihi ijma ulama. (ditambahi pendapat Madzhab Hanbali)
Masalah Qodho Sholat di hari Jum`at terakhir bulan Ramadhan
Setelah terjadinya ijma` mengenai disyariatkannya qodho sholat baik bagi yang meninggalkannya dengan udzur maupun tanpa udzur, para ulama berselisih mengenai waktu pelaksanaannya. Menurut yang mu`tamad dari madzhab Syafi`i, Shalat qodho wajib dilakukan dengan segera jika ditinggalkan tanpa udzur dan sunnah dilakukan dengan segera jika ditinggalkan dengan udzur(10).
Sebagian orang memiliki kebiasaan melakukan shalat qodho di hari jum`at terakhir bulan Ramadhan dengan niat untuk melebur kesalahan atau ketidak- sempurnaan yang mungkin terdapat pada shalat-shalatnya selama setahun. Imam Ibnu Hajar Al Haitami mengomentari masalah ini dalam fatawanya :
وَأَمَّا صَلَاةُ الْبَرَاءَة فَإِنْ أُرِيدَ بِهَا مَا يُنْقَلُ عَنْ كَثِيرٍ مِنْ أَهْلِ الْيَمَنِ مِنْ صَلَاةِ الْمَكْتُوبَاتِ الْخَمْسِ بَعْد آخِرِ جُمُعَةٍ فِي رَمَضَانَ مُعْتَقِدِينَ أَنَّهَا تُكَفِّرُ مَا وَقَعَ فِي جُمْلَةِ السَّنَةِ مِنْ التَّهَاوُن فِي صَلَاتِهَا فَهِيَ مُحَرَّمَةٌ شَدِيدَةُ التَّحْرِيم يَجِبُ مَنْعُهُمْ مِنْهَا لِأُمُورٍ مِنْهَا أَنَّهُ تَحْرُمُ إعَادَةُ الصَّلَاةِ بَعْدَ خُرُوجِ وَقْتِهَا وَلَوْ فِي جَمَاعَةٍ وَكَذَا فِي وَقْتِهَا بِلَا جَمَاعَةٍ وَلَا سَبَبٍ يَقْتَضِي ذَلِكَ وَمِنْهَا أَنَّ ذَلِكَ صَارَ سَبَبًا لِتَهَاوُنِ الْعَامَّةِ فِي أَدَاءِ الْفَرَائِض لِاعْتِقَادِهِمْ أَنَّ فِعْلَهَا عَلَى تِلْكَ الْكَيْفِيَّةِ يُكَفِّرُ عَنْهُمْ ذَلِكَ وَاَللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ .
Mengenai shalat baro`ah, Jika yang dimaksud adalah yang disampaikan mengenai perbuatan banyak penduduk Yaman, yaitu melakukan Sholat maktubah yang lima di akhir Jum`at dalam bulan Ramadhan dengan anggapan hal tersebut dapat melebur kelalaian yang dilakukan dalam shalatnya selama setahun, maka itu merupakan perbuatan sangat ditekankan keharamannya dan mereka wajib dicegah dari perbuatan tersebut, hal ini berdasarkan beberapa tinjauan, diantaranya :
· Mengulangi (i`adah) shalat setelah keluarnya waktu shalat adalah perbuatan haram meskipun dilakukan dengan berjama`ah, begitu pula jika dilakukan di dalam waktu shalat tetapi tidak dengan berjamaah dengan tanpa sebab yang menuntutnya untuk melakukannya.
· Perbuatan ini menjadi sebab bagi orang awam untuk menunaikan shalat dengan tidak sempurna, karena mereka beranggapan bahwa ketidak sempurnaan tersebut dapat dilebur dengan mengerjakan shalat dengan cara seperti ini (shalat baro`ah) wallahu subhanahu a`lam.(11)
Dari uraian Ibnu Hajar dapat kita simpulkan bahwa yang dimaksud beliau bukanlah qodho sholat yang tidak dikerjakan, melainkan mengulangi shalat sebanyak lima kali dengan keyakinan perbuatan tersebut dapat melebur ketidak sempurnaan yang mungkin terjadi selama setahun dalam shalat mereka.
Termasuk pemahaman yang keliru juga adalah jika shalat tersebut dilakukan dengan niat menebus semua shalat yang ditinggalkan selama hidupnya, sebagaimana telah diisyaratkan oleh Syaikh Bakri di dalam kitab I`anatut Tholibin.(12)
Sedangkan jika shalat tersebut diniatkan sebagai qodho shalat yang lupa atau sengaja ditinggalkan tanpa berkeyakinan dapat menebus dosa semua shalat yang ia tinggalkan, maka hal itu tidak mengapa. Karena memang kita diwajibkan untuk melakukan qodho atas shalat yang ditinggalkan.
Begitupula jika diniatkan untuk mengqodhoi shalat yang masih diragukan apakah dikerjakan atau tidak, jika kita mengikuti pendapat Qodhi Iyadh yang menyatakan bolehnya melakukan qodho sholat yang masih diragukan mengenai ditinggalkannya (bahkan boleh mengqodo Shalat yang diragukan kesahan Shalatnya, seperti di bagian-bagian yang sunnah untuk mengqodo)(13).
Sebagian ulama bahkan memperbolehkan untuk mengulangi shalat yang ditinggalkan karena khawatir tidak sempurna, sebagaimana yang diceritakan bahwa Yusuf bin Ashim mengulangi shalat yang dilakukannya seumur hidup karena merasakan ketidak sempurnaan dalam shalatnya(14). Jika demikian maka perbuatan mereka yang melakukan shalat di akhir jum`at tersebut tidak bisa disalahkan.
Referensi
(1)الفتاوى الكبرى (5/ 319)
وتارك الصلاة عمدا لا يشرع له قضاؤها ولا تصح منهبل يكثر من التطوع وكذا الصوم وهو قول طائفة من السلف : كأبي عبد الرحمن صاحب الشافعي وداود وأتباعه وليس في الأدلة ما يخالف هذا بل يوافقه وأمره عليه السلام المجامع بالقضاء ضعيف لعدول البخاري ومسلم عنه
المحلى (2/ 235(
مسألة: وأما من تعمد ترك الصلاة حتى خرج وقتها فهذا لا يقدر علىقضائها ابدا،فليكثر من فعل الخير وصلاة التطوع، ليثقل ميزانه يوم القيامة، وليتب وليستغفر الله عزوجل * وقال أبو حنيفة ومالك والشافعي: يقضيها بعد خروج الوقت، حتى ان مالكا وأبا حنيفة قالا: من تعمد ترك صلاة أو صلوات فانه يصليها قبل التى حضر وقتها ان كانت التى تعمد تركها خمس صلوات فأقل سواء خرج وقت الحاضرة أو لم يخرج، فان كانت أكثر من خمس صلوات بدأ بالحاضرة * برهان صحة قولنا قول الله تعالى: (فويل للمصلين الذين هم عن صلاتهم ساهون) وقوله تعالى (فخلف من بعدهم خلف أضاعوا الصلاة واتبعوا الشهوات فسوف يلقون غيا) فلو كان العامد لترك الصلاة مدركا لها بعد خروج وقتها لما كان له الويل، ولا لقى الغى (2)، كما لا ويل ولا غى لمن أخرها إلى آخر وقتها الذى يكون مدركا لها (3)
(2)صحيح البخارى (3/ 6)
595 - حَدَّثَنَا عِمْرَانُ بْنُ مَيْسَرَةَ قَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ قَالَ حَدَّثَنَا حُصَيْنٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِى قَتَادَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ سِرْنَا مَعَ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - لَيْلَةً فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ لَوْ عَرَّسْتَ بِنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ . قَالَ « أَخَافُ أَنْ تَنَامُوا عَنِ الصَّلاَةِ » . قَالَ بِلاَلٌ أَنَا أُوقِظُكُمْ . فَاضْطَجَعُوا وَأَسْنَدَ بِلاَلٌ ظَهْرَهُ إِلَى رَاحِلَتِهِ ، فَغَلَبَتْهُ عَيْنَاهُ فَنَامَ ، فَاسْتَيْقَظَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - وَقَدْ طَلَعَ حَاجِبُ الشَّمْسِ فَقَالَ « يَا بِلاَلُ أَيْنَ مَا قُلْتَ » . قَالَ مَا أُلْقِيَتْ عَلَىَّ نَوْمَةٌ مِثْلُهَا قَطُّ . قَالَ « إِنَّ اللَّهَ قَبَضَ أَرْوَاحَكُمْ حِينَ شَاءَ ، وَرَدَّهَا عَلَيْكُمْ حِينَ شَاءَ ، يَا بِلاَلُ قُمْ فَأَذِّنْ بِالنَّاسِ بِالصَّلاَةِ » . فَتَوَضَّأَ فَلَمَّا ارْتَفَعَتِ الشَّمْسُ وَابْيَاضَّتْ قَامَ فَصَلَّى . طرفه 7471 - تحفة 12096
(3)صحيح البخاري (1/ 215)
572 - حدثنا أبو نعيم وموسى بن إسماعيل قالا حدثنا همام عن قتادة عن أنس عن النبي صلى الله عليه و سلم قال
: ( من نسي صلاة فليصل إذا ذكرها لا كفارة لها إلا ذلك { وأقم الصلاة لذكري } ) قال موسى قال همام سمعته يقول بعد { وأقم الصلاة لذكري } وقال حبان حدثنا همام حدثنا قتادة حدثنا أنس عن النبي صلى الله عليه و سلم نحوه
صحيح مسلم (4/ 380(
1592 - حَدَّثَنِى حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى التُّجِيبِىُّ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِى يُونُسُ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- حِينَ قَفَلَ مِنْ غَزْوَةِ خَيْبَرَ سَارَ لَيْلَهُ حَتَّى إِذَا أَدْرَكَهُ الْكَرَى عَرَّسَ وَقَالَ لِبِلاَلٍ « اكْلأْ لَنَا اللَّيْلَ ». فَصَلَّى بِلاَلٌ مَا قُدِّرَ لَهُ وَنَامَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَصْحَابُهُ فَلَمَّا تَقَارَبَ الْفَجْرُ اسْتَنَدَ بِلاَلٌ إِلَى رَاحِلَتِهِ مُوَاجِهَ الْفَجْرِ فَغَلَبَتْ بِلاَلاً عَيْنَاهُ وَهُوَ مُسْتَنِدٌ إِلَى رَاحِلَتِهِ فَلَمْ يَسْتَيْقِظْ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَلاَ بِلاَلٌ وَلاَ أَحَدٌ مِنْ أَصْحَابِهِ حَتَّى ضَرَبَتْهُمُ الشَّمْسُ فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَوَّلَهُمُ اسْتِيقَاظًا فَفَزِعَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ « أَىْ بِلاَلُ ». فَقَالَ بِلاَلٌ أَخَذَ بِنَفْسِى الَّذِى أَخَذَ - بِأَبِى أَنْتَ وَأُمِّى يَا رَسُولَ اللَّهِ - بِنَفْسِكَ قَالَ « اقْتَادُوا ». فَاقْتَادُوا رَوَاحِلَهُمْ شَيْئًا ثُمَّ تَوَضَّأَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَمَرَ بِلاَلاً فَأَقَامَ الصَّلاَةَ فَصَلَّى بِهِمُ الصُّبْحَ فَلَمَّا قَضَى الصَّلاَةَ قَالَ « مَنْ نَسِىَ الصَّلاَةَ فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا فَإِنَّ اللَّهَ قَالَ (أَقِمِ الصَّلاَةَ لِذِكْرِى) ». قَالَ يُونُسُ وَكَانَ ابْنُ شِهَابٍ يَقْرَؤُهَا لِلذِّكْرَى.
(4)شرح النووي على مسلم (2/ 487)
قَوْله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( مَنْ نَسِيَ صَلَاة فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا ) فِيهِ : وُجُوب قَضَاء الْفَرِيضَة الْفَائِتَة سَوَاء تَرَكَهَا بِعُذْرٍ كَنَوْمٍ وَنِسْيَان أَوْ بِغَيْرِ عُذْر ، وَإِنَّمَا قَيَّدَ فِي الْحَدِيث بِالنِّسْيَانِ لِخُرُوجِهِ عَلَى سَبَب ، لِأَنَّهُ إِذَا وَجَبَ الْقَضَاء عَلَى الْمَعْذُور فَغَيْره أَوْلَى بِالْوُجُوبِ ، وَهُوَ مِنْ بَاب التَّنْبِيه بِالْأَدْنَى عَلَى الْأَعْلَى .
الاستذكار (1/ 77)
وإذا كان النائم والناسي للصلاة - وهما معذوران - يقضيانها بعد خروج وقتها كان المتعمد لتركها المأثوم في فعله ذلك أولى بالا يسقط عنه فرض الصلاة وأن يحكم عليه بالإتيان بها لأن التوبة من عصيانه في تعمد تركها هي أداؤها وإقامة تركها مع الندم على ما سلف من تركه لها في وقتها
(5)صحيح مسلم (2/ 804)
155 - ( 1148 ) وحدثني أحمد بن عمر الوكيعي حدثنا حسين بن علي عن زائدة عن سليمان عن مسلم البطين عن سعيد بن جبير عن ابن عباس رضي الله عنهما قال : جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه و سلم فقال يا رسول الله إن أمي ماتت وعليها صوم شهر أفأقضيه عنها ؟ فقال لو كان على أمك دين أكنت قاضيه عنها ؟ قال نعم قال فدين الله أحق أن يقضى قال سليمان فقال الحكم وسلمة بن كهيل جميعا ونحن جلوس حين حدث مسلم بهذا الحديث فقالا سمعنا مجاهدا يذكر هذا عن ابن عباس
الاستذكار (1/ 77)
والصلاة والصيام كلاهما فرض واجب ودين ثابت يؤدى أبدا وإن خرج الوقت المؤجل لهما قال رسول الله صلى الله عليه و سلم ( ( دين الله أحق أن يقضى ) )
(6)المجموع (3/ 71)
(فرع) اجمع العلماء الذين يعتد بهم علي ان من ترك صلاة عمدا لزمه قضاؤها وخالفهم أبو محمد على ابن حزم فقالا لا يقدر علي قضائها ابدا ولا يصح فعلها ابدا قال بل يكثر من فعل الخير وصلاة التطوع ليثقل ميزانه يوم القيامة ويستغفر الله تعالي ويتوب وهذا الذى قاله مع أنه مخالف للاجماع باطل من جهة الدليل وبسط هو الكلام في الاستدلال له وليس فيما ذكر دلالة أصلا ومما يدل علي وجوب القضاء حديث أبى هريرة رضى الله عنه ان النبي صلي الله عليه وسلم (أمر المجامع في نهار رمضان ان يصوم يوما مع الكفارة أي بدل اليوم الذى افسده بالجماع عمدا) رواه البيهقى باسناد جيد وروي أبو داود نحوه ولانه إذا وجب القضاء علي التارك ناسيا فالعامد أولى
(7)الاستذكار (1/ 77)
وأجمعت الأمة ونقلت الكافة فيمن لم يصم رمضان عامدا وهو مؤمن بفرضه وإنما تركه أشرا وبطرا تعمد ذلك ثم تاب عنه - أن عليه قضاءه فكذلك من ترك الصلاة عامدا فالعامد والناسي في القضاء للصلاة والصيام سواءوإن اختلفا في الإثم كالجاني على الأموال المتلف لها عامدا وناسيا إلا في الإثم وكان الحكم في هذا الشرع بخلاف رمي الجمار في الحج التي لا تقضى في غير وقتها لعامد ولا لناس فوجوب الدم فيها ينوب عنها وبخلاف الضحايا أيضا لأن الضحايا ليست بواجبة فرضا
الشرح الكبير (1/ 418)
: صلوا على من قال لا ترك تغسيله والصلاة عليه ولا منع ميراث موروثه ولا فرق بين الزوجين لترك الصلاة من أحدهما مع كثرة تاركي الصلاة ولو كفر لثبتت هذه الأحكام ولا نعلم خلافا بين المسلمين أن تارك الصلاة يجب عليه قضاؤها مع إختلافهم في المرتد
(8)شرح النووي على مسلم (2/ 487)
وَأَمَّا قَوْله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا ) فَمَحْمُول عَلَى الِاسْتِحْبَاب ؛ فَإِنَّهُ يَجُوز تَأْخِير قَضَاء الْفَائِتَة بِعُذْرٍ عَلَى الصَّحِيح ، وَقَدْ سَبَقَ بَيَانه وَدَلِيله . وَشَذَّ بَعْض أَهْل الظَّاهِر فَقَالَ : لَا يَجِب قَضَاء الْفَائِتَة بِغَيْرِ عُذْر ، وَزَعَمَ أَنَّهَا أَعْظَم مِنْ أَنْ يَخْرُج مِنْ وَبَال مَعْصِيَتهَا بِالْقَضَاءِ ، وَهَذَا خَطَأ مِنْ قَائِله وَجَهَالَة . وَاللَّهُ أَعْلَم . وَفِيهِ دَلِيل لِقَضَاءِ السُّنَن الرَّاتِبَة إِذَا فَاتَتْ ، وَقَدْ سَبَقَ بَيَانُهُ وَالْخِلَاف فِي ذَلِكَ .
(9)الاستذكار (1/ 78)
وقد شذ بعض أهل الظاهر وأقدم على خلاف جمهور علماء المسلمين وسبيل المؤمنينفقال ليس على المتعمد لترك الصلاة في وقتها أن يأتي بها في غير وقتها لأنه غير نائم ولا ناس وإنما قال رسول الله ( ( من نام عن صلاة أو نسيها فليصلها إذا ذكرها ) ) قال والمتعمد غير الناسي والنائم قال وقياسه عليهما غير جائز عندنا كما أن من قتل الصيد ناسيا لا يجزئه عندنا فخالفه في المسألة جمهور العلماء وظن أنه يستتر في ذلك برواية جاءت عن بعض التابعين شذ فيها عن جماعة المسلمين وهو محجوج بهم مأمور باتباعهم فخالف هذا الظاهر عن طريق النظر والاعتبار وشذ عن جماعة علماء الأمصار ولم يأت فيما ذهب إليه من ذلك بدليل يصح في العقول
(10)شرح النووي على مسلم (2/ 486(
- " 1459 " حَاصِل الْمَذْهَب : أَنَّهُ إِذَا فَاتَتْهُ فَرِيضَة وَجَبَ قَضَاؤُهَا ، وَإِنْ فَاتَتْ بِعُذْرٍ اُسْتُحِبَّ قَضَاؤُهَا عَلَى الْفَوْر وَيَجُوز التَّأْخِير عَلَى الصَّحِيح . وَحَكَى الْبَغَوِيُّ وَغَيْرُهُ وَجْهًا : أَنَّهُ لَا يَجُوز وَإِنْ فَاتَتْهُ بِلَا عُذْر وَجَبَ قَضَاؤُهَا عَلَى الْفَوْر عَلَى الْأَصَحّ ، وَقِيلَ : لَا يَجِب عَلَى الْفَوْر ، بَلْ لَهُ التَّأْخِير ، وَإِذَا قَضَى صَلَوَات اُسْتُحِبَّ قَضَاؤُهُنَّ مُرَتَّبًا ، فَإِنْ خَالَفَ ذَلِكَ صَحَّتْ صَلَاته عِنْد الشَّافِعِيّ وَمَنْ وَافَقَهُ سَوَاء كَانَتْ الصَّلَاة قَلِيلَة أَوْ كَثِيرَة ، وَإِنْ فَاتَتْهُ سُنَّة رَاتِبَة فَفِيهَا قَوْلَانِ لِلشَّافِعِيِّ : أَصَحّهمَا : يُسْتَحَبّ قَضَاؤُهَا لِعُمُومِ قَوْله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( مَنْ نَسِيَ الصَّلَاة فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا ) وَلِأَحَادِيث أُخَر كَثِيرَة فِي الصَّحِيح كَقَضَائِهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُنَّة الظُّهْر بَعْد الْعَصْر حِين شَغَلَهُ عَنْهَا الْوَفْد ، وَقَضَائِهِ سُنَّة الصُّبْح فِي حَدِيث الْبَاب . وَالْقَوْل الثَّانِي : لَا يُسْتَحَبّ . وَأَمَّا السُّنَن الَّتِي شُرِعَتْ لِعَارِضٍ كَصَلَاةِ الْكُسُوف وَالِاسْتِسْقَاء وَنَحْوهمَا فَلَا يُشْرَع قَضَاؤُهَا بِلَا خِلَاف . وَاللَّهُ أَعْلَم
(11)الفتاوى الفقهية الكبرى (2/ 325)
( وَسُئِلَ ) نَفَعَ اللَّهُ بِهِ .هَلْ تَجُوزُ صَلَاةُ الرَّغَائِب وَالْبَرَاءَةِ جَمَاعَةً أَمْ لَا ؟ ( فَأَجَابَ ) بِقَوْلِهِ أَمَّا صَلَاةُ الرَّغَائِب فَإِنَّهَا كَالصَّلَاةِ الْمَعْرُوفَةِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانُ بِدْعَتَانِ قَبِيحَتَانِ مَذْمُومَتَانِ وَحَدِيثهمَا مَوْضُوعٌ فَيُكْرَهُ فِعْلُهُمَا فُرَادَى وَجَمَاعَةً وَأَمَّا صَلَاةُ الْبَرَاءَة فَإِنْ أُرِيدَ بِهَا مَا يُنْقَلُ عَنْ كَثِيرٍ مِنْ أَهْلِ الْيَمَنِ مِنْ صَلَاةِ الْمَكْتُوبَاتِ الْخَمْسِ بَعْد آخِرِ جُمُعَةٍ فِي رَمَضَانَ مُعْتَقِدِينَ أَنَّهَا تُكَفِّرُ مَا وَقَعَ فِي جُمْلَةِ السَّنَةِ مِنْ التَّهَاوُن فِي صَلَاتِهَا فَهِيَ مُحَرَّمَةٌ شَدِيدَةُ التَّحْرِيم يَجِبُ مَنْعُهُمْ مِنْهَا لِأُمُورٍ مِنْهَا أَنَّهُ تَحْرُمُ إعَادَةُ الصَّلَاةِ بَعْدَ خُرُوجِ وَقْتِهَا وَلَوْ فِي جَمَاعَةٍ وَكَذَا فِي وَقْتِهَا بِلَا جَمَاعَةٍ وَلَا سَبَبٍ يَقْتَضِي ذَلِكَ وَمِنْهَا أَنَّ ذَلِكَ صَارَ سَبَبًا لِتَهَاوُنِ الْعَامَّةِ فِي أَدَاءِ الْفَرَائِض لِاعْتِقَادِهِمْ أَنَّ فِعْلَهَا عَلَى تِلْكَ الْكَيْفِيَّةِ يُكَفِّرُ عَنْهُمْ ذَلِكَ وَاَللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ .
(12)إعانة الطالبين (1/ 312(
قوله: فائدة: أما الصلاة المعروفة ليلة الرغائب إلخ) قال المؤلف في إرشاد العباد: ومن البدع المذمومة التي يأثم فاعلها ويجب على ولاة الامر منع فاعلها: صلاة الرغائب اثنتا عشرة ركعة بين العشاءين ليلة أول جمعة من رجب.وصلاة ليلة نصف شعبان مائة ركعة، وصلاة آخر جمعة من رمضان سبعة عشر ركعة، بنية قضاء الصلوات الخمس التي لم يقضها.
(13)حاشية الجمل (3/ 31(
) فَرْعٌ ) قَالَ الْقَاضِي لَوْ قَضَى فَائِتَةً عَلَى الشَّكِّ فَالْمَرْجُوُّ مِنْ اللَّهِ تَعَالَى أَنْ يَجْبُرَ بِهَا خَلَلًا فِي الْفَرَائِضِ أَوْ يَحْسِبَهَا لَهُ نَفْلًا وَسَمِعْت بَعْضَ أَصْحَابِ ابن عَاصِمٍ يَقُولُ : إنَّهُ قَضَى صَلَوَاتِ عُمْرِهِ كُلَّهَا مَرَّةً ، وَقَدْ اسْتَأْنَفَ قَضَاءَهَا ثَانِيًا ا هـ قَالَ الْغَزِّيِّ وَهِيَ فَائِدَةٌ جَلِيلَةٌ عَزِيزَةٌ عَدِيمَةُ النَّقْلِ ا هـ إيعَابٌ وَأَقُولُ فِي إطْلَاقِهَا نَظَرٌ إذْ لَا يَجُوزُ الْقَضَاءُ إلَّا لِمُوجِبٍ كَأَنْ جَرَى خِلَافٌ فِي صِحَّةِ الْمُؤَدَّاةِ أَوْ شَكَّ فِيهَا شَكًّا يُنْدَبُ لَهُ بِسَبَبِهِ الْقَضَاءُ أَمَّا الْقَضَاءُ لِمُجَرَّدِ الِاحْتِيَاطِ فَلَا يَجُوزُ فَيَتَعَيَّنُ حَمْلُ كَلَامِ الْقَاضِي عَلَى أَنَّهُ قَضَى بِسَبَبٍ مُجَوِّزٍ لِلْقَضَاءِ أَوْ مُوجِبٍ لَهُ وَكَانَ فِي نَفْسِ الْأَمْرِ لَا شَيْءَ عَلَيْهِ ا هـ إيعَابٌ ا هـ شَوْبَرِيٌّ
(14)حاشية الجمل (3/ 31(
وَسَمِعْت بَعْضَ أَصْحَابِ ابن عَاصِمٍ يَقُولُ : إنَّهُ قَضَى صَلَوَاتِ عُمْرِهِ كُلَّهَا مَرَّةً ، وَقَدْ اسْتَأْنَفَ قَضَاءَهَا ثَانِيًاا هـ قَالَ الْغَزِّيِّ وَهِيَ فَائِدَةٌ جَلِيلَةٌ عَزِيزَةٌ عَدِيمَةُ النَّقْلِ ا هـ إيعَابٌ
0 komentar:
Posting Komentar